Pajak Naik 150 Persen, Ratusan Kapal Tidak Melaut, Ribuan ABK Menganggur
SERANG – Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 150 persen memukul sektor kelautan khususnya bagi para pemilik kapal ikan. Kebijakan terkait kenaikan PNBP awalnya bahkan mencapai 400 persen, namun diubah menjadi 150%. Meski begitu, kenaikan tersebut dianggap masih sangat tinggi.
Para pemilik kapal pun memilih tidak melaut karena merasa berat dengan kebijakan tersebut. Masalah ini berimbas kepada anak buah kapal (ABK) karena harus menganggur. Kondisi ekonomi masyarakat pun semakin terseok di tengah hantaman pandemi Covid-19.
“Kebijakan Kementerian Kelautan Perikanan belum mampu menyelami maunya pelaku usaha perikanan, termasuk para nelayan dan ABK yang sekarang sedang berjuang keluar dari krisis ekonomi disaat pandemi,” kata Ketua DPP PKS bidang Tani dan Nelayan, Riyono, dikutip dari laman resmi DPP PKS, Selasa (25/1/22).
Keluhan nelayan, salah satunya, datang dari Juwana Pati. Ketua Paguyuban Nelayan Jaring Tarik Kantong, Heri, mengeluh karena harus membayar perpanjangan SIPI. Kapal ukuran 30 sampai 60 gross ton, diwajibkan membayar Rp860 ribu per gross ton. Total yang harus dibayar untuk kapal 60 GT sebanyak Rp51.600.000.
Sementara kapal ukuran 60 sampai 100 gross ton, dikenakan Rp1.640.000 per gross ton, artinya jika 100 GT, maka pemilik kapal harus bayar Rp164.000.000. “Sangat memberatkan di tengah kondisi pandemi,” katanya.
Menurut Riyono, KKP lupa bahwa dengan menaikkan pajak sama dengan meningkatkan eksploitasi laut dan mengancam kelestarian sumber daya ikannya. Dia mengatakan, hal ini adalah imbas dari target KKP yang menargetkan PNBP mencapai Rp12 triliun yang banyak dikritik oleh nelayan dan dunia usaha perikanan. “Tidak realistis serta membebani kelestarian laut serta dunia usaha,” katanya.
Menurut dia, KKP pun belum mampu memenuhi syarat soal PNBP seperti Dalam UU 9 tahun 2018 tentang PNBP pasal 2 huruf A, B , di mana ujung pasalnya menyebutkan, prinsip berkelanjutan dan berkeadilan bagi masyarakat.
“Huruf C menyebutkan syarat aspek pelayanan pemerintah yang akuntabel, transparan dan bersih. Melihat pengelolaan sektor perikanan yang baru saja masih terseok-seok, apakah iya KKP bisa mewujudkan?” tanya Riyono.
Saat ini dengan kenaikan pajak retribusi SIPI tersebut sangat mencekik para pemilik kapal dan nelayan. Ada ratusan kapal nelayan yang tidak bisa melaut, akibat peraturan tersebut. Jika memaksa berangkat, para nelayan (ABK) berisiko untuk ditangkap petugas saat melaut. “PKS meminta kepada DPR untuk membatalkan target PNBP yang tidak realistis dengan mengkaji ulang kenaikan 150% pajak bagi kapal ikan yang sangat berdampak bagi ribuan ABK di Jateng,” tutup Riyono. (zam)